Senin, 19 Januari 2015

Bogor

Asal Muasal Kota Bogor

Adanya kerajaan Galuh Pakuan yang menggaib untuk sebagian paranormal, saat mereka sedang membawa barang pusaka, jika melewati daerah Bogor, biasanya isi pusaka akan mampir ke Kebun Raya Bogor, mungkin ini disebabkan karena adanya Istana Kerajaan Galuh Pakuan di dalamnya sehingga khodam pusaka sowan terlebih dahulu.
Dikalangan paranormal, kota Bogor sangat dikenal dengan nilai mistisnya yang sangat kental, seperti adanya kebun raya Bogor yang berada di tengah kota, Istana Bogor yang bersebelahan dengan Kebun Raya Bogor, Istana Batu Tulis yang pernah diisukan akan adanya harta karun didalamnya. Hal inilah yang membedakan Kota Bogor dengan kota lainnya di Indonesia, Karen di kota lain biasanya daerah yang mengandung mistis berada di luar kota atau cenderung dipelosok atau di daerah pegunungan yang terpencil.
Bogor sendiri asal namanya terkadang oleh banyak orang dikaikan dengan kata dalam bahasa Belanda yaitu “Buitonzorg”. Mungkin berasal dari kata “mboten jorok” yang dalam bahasa Jawa berarti tidak jorok atau tidak kotor.
Hal ini berbeda pandangan dari paranormal Miztix temui. “Bokor”, begitulah pendapat paranormal ditanya mengenai asal nama Bogor, karena dulunya di Istana Negara tersimpan benda semacam “bokor” yang cukup besar ukurannya, walaupun keberadaannya sekarang hanya dapat dilihat dengan mata bathin atau indera keenam, dikarenakan bokor tersebut telah raib secara gaib atau “menggaib”. Kata “bokor” bagi kebanyakan orang sulit untuk diucapkan, maka berubah mejadi “Bogor” yang memudahkan untuk pengucapannya.
Di dalam Kebun Raya Bogor jika kita mengunjunginya tidak hanya disuguhkan oleh pemandangan pohon-pohon yang besar dan tua juga di dalamnya terdapat makam tokoh terkenal yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Mbah Japra. Saat Miztix wisata ke Kebun Raya Bogor, Miztix sempat mampir ke makam tersebut dan berdialog secara bathin dengan Mbah Japra, bahkan sempat ditawari ilmu pellet olehnya, namun dengan halus Miztix menolaknya. Miztix kemudian melihat dengan ilmu terawangan yang Miztix miliki untuk melihat kondisi lingkungan di tempat tersebut. Di sana Miztix melihat adanya mesjid gaib yang ukurannya walaupun kecil tapi cukup indah dilihat secara bathin. Jaraknya kira-kira dua ratus langkah dari makam Mbah Japra. Di sekitar tempat tersebut Miztix melihat adanya istana kerajaan , kemudian Miztix mencoba menanyakan kepada penghuninya yang Miztix temui, mereka menjelaskan istana tersebut istana dari kerajaan Galuh Pakuan, mereka juga menegaskan bahwa kerajaan Galuh Pakuan bukanlah kerajaan Galuh atau juga kerajaan Pakuan. Di dekat tempat tersebut Miztix melihat ada dua dayang-dayang yang berparas cantik berhilir mudik. Kedua dayang-dayang inilah yang sering marah jika melihat ada yang berpacaran didalam Kebun Raya Bogor, oleh karenanya jika mereka yang berpacaran di Kebun Raya Bogor sering kali berakibat putus dari pacar. Tapi bagi Miztix ini juga untuk menguji kekuatan ikatan cinta bagi pasangan yang sedang mabuk asmara, mereka yang serius dan memiliki cinta yang kuat yang tidak akan terpengaruh oleh dayang-dayang cantik di Kebun Raya Bogor.
Adanya kerajaan Galuh Pakuan yang menggaib untuk sebagian paranormal, saat mereka sedang membawa barang pusaka, jika melewati daerah Bogor, biasanya isi pusaka akan mampir ke Kebun Raya Bogor, mungkin ini disebabkan karena adanya Istana Kerajaan Galuh Pakuan di dalamnya sehingga khodam pusaka sowan terlebih dahulu.
Ada suatu daerah di Bogor yang sering mengalami gempa kecil atau lini local yaitu daerah bernama Gunung Batu. Menurut terawangan Miztix, hal ini tidak terlepas dari terbentuknya daerah itu sendiri. Mungkin saksi hidup sulit untuk ditemukan, tapi sesepuh mungkin masih dapat menceritakan apa yang dilihat oleh buyut mereka. Konon jaman dulu pernah terjadi pertemuan antara kura-kura raksasa dengan ular besar yang berakhir dengan pertarungan di antara keduanya, bahkan menyebabkan sampai salah satu dari mereka mati. Kura-kura tersebut dililit oleh ular hingga mereka terkubur dan menjadi gunung batu. Sampai sekarang Miztix melihat keduanya masih bertarung maka tidak heran jika daerah Gunung Batu sering gempa kecil yang diakibatkan bergeraknya kura-kura dan ular tersebut yang sekarang telah berubah menjadi siluman. Miztix pernah bertanya kepada keduanya sampai kapan mereka akan bertarung?. Mereka mejawab sampai salah satu dari mereka ada yang mati.
Di Bogor ada bangunan tugu yang terkenal yaitu tugu Kujang, Pembangunan tugu yang berbentuk senjata tradisional masyarakat Sunda , Kujang. tidak lah semudah yang diperkirakan pada awalnya, sempat membuat pusing pimpinan proyeknya, lantaran berkali-kali Kujang yang akan diletakkan di atas tugu selalu jatuh. Setelah menanyakan hal tersebut pada orang pintar, maka mendapat petunjuk untuk mengarahkan bilah kujang kea rah Istana Bogor. Bilah Kujang pun diarahkan ke tempat yang disarankan dan ajaib kujang tersebut berhasil tegak dan sekarang dikenal dengan nama Tugu Kujang.
Kota Bogor dari dahulu terkenal dengan kota hujan, sering sekali terjadi hujan di tempat ini, pagi terang agak sorean sudah gelap berawan dan akhirnya hujan pun datang, seringnya hujannya tentu juga disertai petir. Petir dengan kekuatan terbesar memang bukan di Bogor tapi di Depok, tapi untuk yang terbanyak ada di Bogor, maka Bogor dikenal dengan kota petir nomor satu di dunia, padahal satu kelebatan petir terkecil dapat menghidupkan lampur pijar 100 watt selama 80 tahun nonstop maka energy yang sangat besar tersebut saying sekali jika dibiarkan mubazir. Riset mengenai petir ini telah dilakukan oleh ITB, LIPI, Jepang dan Perancis untuk mencari kemungkinan memanfaatkan energi yang ditimbulkan oleh petir untuk dapat digunakan sebagai energi listrik. Tapi sayangnya hal tersebut tidak berhasil dikarenakn petir di Bogor terjadinya secara acak, tidak pada tempat yang sama. Petir sendiri memicu terbentuknya ozon, maka kalo kita rasakan udara di daerah Bogor terasa lebih segar, karena ozon sendiri segar dipernapasan.
Mengapa Bogor banyak sekali terjadi petir? Ini yang menjadi pertanyaan banyak orang. Miztix berusaha memecahkan misteri tersebut, walaupun hanya sedikit yang berhasil Miztix temukan jawabannya. Konon sebagian paranormal mengatakan Bogor banyak sekali tersimpan harta karun berupa emas, yang dapat memicu petir. Juga banyaknya pertempuran gaib yang terjadi di Bogor. Hal yang paling penting juga banyak dilakukannya perbuatan yang dilarang agama, misalkan yang terjadi di Puncak Bogor. Tentu pembaca sudah mengerti apa yang dimaksud itu. Semoga saja iman para kyai dan santrinya yang banyak terdapat di sekitar puncak dapat meredam akibat buruk yang ditimbul. Oleh karenanya alam cukup adil dengan memberi hujan yang besar untuk membersihkannya, dan air kotor dikembalikan lagi pada yang berbuat berupa banjir, maka jangan menyalahkan banjir kiriman dari Bogor. Mungkin ini harus menjadi telaah oleh hati kita masing-masing apakan kita punya andil melalui perbuatan yang tidak baik saat berada di Puncak Bogor?
yah itu semua wallahualam gan, dan semuanya berbalik ke diri kita sendiri...
mungkin dari agan agan ada yg percaya ataupun tidak. itu semua hanya sebuah rahasia dari yang kuasa.
Akhirul kalam semoga sekelumit uraian diatas dapat menambah wawasan kita semua.

Ade putra

Kisah Si Pitung, Legenda Santri Mujahidin Asal Betawi

 Siapa yang tak kenal Si Pitung yang mempunyai teman bernama Dji-ih? Dia adalah seorang tokoh pahlawan lokal asli dan sudah melegenda di benak rakyat Betawi. Nama besarnya sudah sangat terkenal di zamannya dan sangat ditakuti lawan dan disegani kawan. Dia semacam “Robin-hood” asli Indonesia. Si Pitung selalu membela rakyat kecil dari penindasan dan penjajahan kompeni. Bagi VOC , Pitung merupakan TERORIS dan berpotensi menjadi ancaman terbesar bagi kelangsungan usaha mereka di Batavia saat itu.

 

Berikut kilasan sejarah Si Pitung yang melegenda tersebut :
Si Pitung lahir di daerah Pengumben, di sebuah kampung di Rawabelong yang pada saat ini berada di sekitar lokasi Stasiun Kereta Api Palmerah. Ayahnya bernama Bang Piung dan ibunya bernama Mpok Pinah. Si Pitung menerima pendidikan di pesantren yang dipimpin oleh Haji Naipin, seorang pedagang kambing.
Pitung merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, pasangan suami-istri Piun dan Pinah. Berdasarkan cerita rakyat (folklore) yang masih hidup di masyarakat Betawi, sejak kecil belajar mengaji di langgar (mushala) di kampung Rawa Belong. Dia, menurut istilah Betawi, ‘orang yang denger kate’. Dia juga ‘terang hati’, cakep menangkap pelajaran agama yang diberikan ustadznya, sampai mampu membaca (tilawat) Alquran. Selain belajar agama, dengan H Naipin, Pitung –seperti warga Betawi lainnya–, juga belajar ilmu silat. H Naipin, juga guru tarekat dan ahli maen pukulan. Masa mudanya, dihabiskan dengan mempelajari ilmu silat dengan pengawasan gurunya di Rawabelong selama mempelajari silat.
Kehebatan gerak silat Pitung diuji ketika usai menjual kambing di Tanah Abang. Uang hasil penjualan dicopet segerombolan pemuda. Terjadilah perkelahian dengan kawanan pencopet. Dalam beberapa jurus, seluruh copet kampung itu terkapar ditanah. Melihat kehebatan korbannya, kawanan pencopet itu malah meminta agar Pitung menjadi pemimpin mereka.
Menjadi pemimpin pencopet, Pitung mulai beraksi. Namun kali ini korbannya bukan warga biasa karena ia pernah berjanji untuk membela warga yang lemah. Selama belajar silat itu, Pitung merasakan kehidupan orang Betawi dan Belanda (Eropa) sangat kontras. Dibalik penjajah yang disebut tuan besar, termasuk tuan-tuan tanah yang hidup mewah, Pitung melihat penderitaan rakyat kecil di sekitarnya.




Kondisi inilah yang membuat ia suka melakukan perampokan terhadap orang-orang kaya dan tuan-tuan tanah, yang membelenggu petani dengan berbagai blasting (pajak). Hasil rampokannya itu dibagi-bagikan kepada masyarakat miskin.
Menurut Damardini (1993:148) dalam Van Till (1996):
Pitung memang perampok. Mungkin saja Haji Samsudin dipukuli ketika itu. Kalau menurut istilah sekarang, Pitung itu pengacau, teroris dan dicari oleh Pemerintah. Pitung memang jahat. Pekerjaannya merampok dan memeras orang-orang kaya. Menurut kabar, hasil rampokannya dibagikan pada rakyat miskin. Namun sebenarnya tidak. Tidak ada perampok yang rela membagi hasil rampokannya dengan cuma-cuma, bukan? Menurut kabar, Pitung menyumbangkan uangnya pada mesjid-mesjid. Saat itu mesjid hanya ada di Pekojan, Luar Batang, dan Kampung Sawah. Tidak ada bukti bahwa Pitung mendermakan uangnya di sana.’
Pitung yang menjadi karakter sebagai Robin Hood versi Betawi dikembangkan oleh Lukman Karmani (Till, 1996). Karmani menulis novel Si Pitung. Dalam novel ini, dikisahkan bahwa Si Pitung sebagai pahlawan sosial. Menurut Rahmat Ali, ‘Pitung sebagai tokoh kisah Betawi masa lampau memang dikenal sebagai perampok, tetapi hasil rampokan itu digunakan untuk menolong orang-orang yang menderita. Dia adalah Robin Hood Indonesia. Walaupun demikian pihak yang berwenang tidak memberikan toleransi, orang yang bersalah harus tetap diberi hukuman yang setimpal’ (Rahmat Ali 1993:7).
Beragam pro dan kontra menyelubungi di balik kisah legenda Si Pitung ini, tetapi pada dasarnya tokoh Si Pitung adalah cerminan pemberontakan sosial yang dilakukan oleh “Orang Betawi” terhadap penguasa pada saat itu, yaitu Belanda. Apakah hal ini benar atau tidak, kisah Si Pitung begitu harum didengar dari generasi ke generasi oleh masyarakat Betawi sebagai tanda pembebasan sosial dari belenggu penjajah. Hal ini ditunjukkan dari Rancak Pitung di atas bagaimana Si Pitung begitu ditakuti oleh pemerintah Belanda pada saat itu.
Pada tahun 1892, Pitung dan kawanannya ditangkap oleh polisi sesudah Kepala Kampung Kebayoran yang menerima 50 ringgit (Hindia Olanda 26-8-1892:2) memberi nasihatuntuk menangkap Si Pitung. Setelah ditangkap, kurang dari setahun kemudian, pada musim semi 1893, Pitung dan Dji-ih merencanakan kabur dengan cara yang misterius dari tahanan Meester Cornelis. Sebuah investigasi kemudian dilakukan oleh Asisten Residen sendiri, tetapi tidak berhasil. Karena kejadian tersebut, Kepala Penjara dicurigai melepaskan si Pitung dan Dji-ih. Akhirnya seorang Petugas Penjara mengakui bahwa dia meminjamkan sebuah belincong (sejenis linggis pencungkil) kepada Si Pitung, yang kemudian digunakan untuk membongkar atap dan mendaki dinding (Hindia Olanda, 25-4-1893:3; Lokomotief 25-4 1893:2). Akibatnya, Si Pitung lepas lagi.
Berdasarkan rumor, Pitung pernah menampakkan diri kepada seorang wanita di sebuah perahu dengan nama Prasman. Detektif mencoba mencari di kapal tersebut (Hindia Olanda, 12-5-1893:3), tetapi hasilnya Pitung tidak dapat ditemukan. Karena sulitnya menemukan dan menangkap si Pitung, harga untuk penangkapan Pitung menjadi meningkat sebesar 400 Gulden. Pemerintah Belanda pada saat itu ingin menembak mati Pitung di tempat, tetapi sebagian pejabat mengatakan, jika Pitung ditembak justru akan menumbuhkan semangat patriotik, sehingga niat ini diurungkan oleh kepolisian Batavia untuk menembak ditempat walaupun pada akhirnya hal ini dilakukan juga.
Sebagai tindakan balas dendam, Pitung melakukan pencurian dengan kekerasan termasuk dengan menggunakan sejata api. Akhirnya Pitung dan Dji-ih membunuh seorang polisi intel yang bernama Djeram Latip (Hindia Olanda 23-9-1893:2). Dia juga mencuri dari wanita pribumi, Mie, termasuk pakaian laki-laki serta pistol revolver dengan pelurunya. Pernyataan ini didukung oleh Nyonya De C, seorang pedagang wanita di Kali Besar yang menyatakan bahwa Pitung mencuri sarung yang bernilai ratusan Gulden dari perahunya (Hindia Olanda 22-11-1892:2).
Dji-ih ditangkap kembali di kampung halamannya ketika sedang menderita sakit. Pada saat itu Dji-ih pulang ke kampung halamannya untuk memperoleh pengobatan. Kemudian dia pindah ke rumah orang tua yang dikenal. Kepala kampung pada saat itu (Djoeragan) melaporkannya ke Demang kemudian memerintahkan tentara untuk menangkap Dji-ih dirumahnya. Karena dia terlalu sakit, dia tidak berdaya untuk melawan, walaupun pada saat itu pistol dalam jangkauannya (Hindia Olanda 19-8-1893:2). Dia menyerah tanpa perlawanan. Untuk menutupi hal ini kemudian Pemerintah Belanda melansir di Java-Bode (15-8-1893:2) bahwa Dji-ih kabur ke Singapura. Informan yang bertanggungjawab melaporkan Dji-ih kemudian ditembak mati oleh Pitung di suatu tempat yang tak jauh dari Batavia beberapa minggu kemudian.
“’Itoe djoeragan koetika ketemoe Si Pitoeng betoelan di tempat sepi troes, Si djoeragan menjikip pada Si Pitoeng dan dari tjipetnja Si Pitoeng troes ambil pestolnja dari pinjang, lantas tembak si djoeragan itoe menjadi mati itoe tempat djoega.’ (Hindia Olanda 1-9-1893:2.)
Beberapa bulan kemudian, di bulan Oktober, Kepala Polisi Hinne mempelajari dari informan bahwa Pitung terlihat di Kampung Bambu, kampung di antara Tanjung Priok dan Meester Cornelis. Kemudian dalam perjalanannya Hinne diberi laporan bahwa Pitung telah pindah ke arah pekuburan di Tanah Abang (Hindia Olanda 18-10-1893). Kemudian, Hinne menembaknya dalan penyergapan itu. Pitung ditembak di tangan, kemudian Pitung membalasnya. Kemudian Hinne menembak kedua kalinya, tetapi meleset, dan peluru ketiga mengenai dada dan membuatnya terjerembap di tanah. Sehari sesudah kematiannya, hari Senin, jenazah dibawa ke pemakaman Kampung Baru pada jam 5 sore.
Setelah Hinne menangkap Pitung, setahun kemudian dia dipromosikan menjadi Kepala Polisi Distrik Tanah Abang untuk mengawasi seluruh Metropolitan Batavia-Weltevreden. Setelah kejadian tersebut Pemerintah Hindia Belanda melakukan pencegahan agar “Pitung-Pitung” yang lain tidak terjadi lagi di Batavia. Bahkan karena ketakutannya makam Si Pitung setelah kematiannya, dijaga oleh Pemerintah Belanda agar tidak diziarahi oleh masyarakat pada waktu itu.
Berdasarkan cerita legenda, Si Pitung dapat dibunuh oleh Belanda dengan beragam argumen tersebut di atas. Menurut Hindia Olanda (18-10-1893:2), sebelum ditangkap Pitung dalam keadaan rambut terpotong, beberapa jam sebelum kematiannya pada hari Sabtu. Seperti yang diceritrakan oleh legenda bahwa kesaktian Si Pitung hilang akibat jimat-nya diambil orang (Versi Film Si Pitung Banteng Betawi), tetapi yang menarik, versi lain menyatakan, bahwa Si Pitung dapat di-”lemahkan” jika dipotong rambut-nya. Berdasarkan koran Hidia Olanda dikatakan bahwa sebelum kematiannya Si Pitung telah dipotong rambutnya.
Rumah Si Pitung yang terletak di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, diperkirakan dibangun pada abad ke 19. Si Pitung sendiri lahir di Rawa Belong, Jakarta Barat. Karena keberaniannya melawan penjajahan Belanda membuat nama si Pitung menjadi buah bibir masyarakat masa itu hingga kini.
Dimanakah makam Si Pitung sekarang?  Sesepuh Rawabelong, Nur Ali Akbar (65) saat ditemui merdeka di rumahnya, Jalan Yahya, RT 2, RW, 7, Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Sabtu (8/9).
“Ya di situ makam Pitung, pahlawan asli Rawabelong. Di depan kantor Telkom itu,” jelas sesepuh Rawabelong, Nur Ali Akbar
Lebih lanjut, meski tidak ada bukti otentik, semisal batu nisan yang memberikan informasi tentang siapa yang dimakamkan, pria yang juga ahli beladiri Betawi, Cingkrik ini yakin jika yang dikebumikan itu adalah si Pitung, Robin Hood Betawi.
“Dari cerita bapaknya kakek pak haji nih, di makam itu, Pitung dimakamkan.”
Meski tidak mengetahui tanggal dan tahun kapan pastinya Pitung meninggal dunia, Haji Nunung membantah jika Pitung memiliki ilmu Rawa Rontek, seperti yang selama ini beredar. Karena menurutnya ilmu Rawa Rontek adalah ajaran agama Hindu.
Melihat kondisi makam yang mengenaskan. Dari pantauan merdeka.com, seperti kondisi makam yang dijelaskan di atas, peristirahatan Pitung itu juga tidak memiliki pengurus makam. Bahkan untuk membersihkan daun-daun bambu yang berguguran, terkadang petugas Telkom berinisiatif sendiri untuk membersihkannya.
Untuk itu, Haji Nunung berharap kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta khususnya, pemerintah kota Jakarta Barat untuk memberikan perhatian terhadap makam Pitung. Perhatian yang diharapkannya, pemerintah mau mendirikan semacam monumen.